Senin, 02 Agustus 2010

Lir-ilir


Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir

Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo

Tombo Ati


Tombo Ati iku limo perkorone

Kaping pisan moco Qur’an lan maknane

Kaping pindo sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe

Salah sawijine sopo iso ngelakoni
Mugi-mugi Gusti Allah nyembadani

Obat Hati ada lima perkaranya
Yang pertama baca Qur’an dan maknanya
Yang kedua sholat malam dirikanlah
Yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh
Yang keempat perbanyaklah berpuasa
Yang kelima dzikir malam perbanyaklah

Salah satunya siapa bisa menjalani
Moga-moga Gusti Allah mencukupi

Siraman Rohani



Nabi Muhammad s.a.w  pernah bersabda: "Bagi orang yang melaksanakan ibadah puasa, baginya ada dua saat kegembiraan.Pertama pada waktu berbuka dan kedua ketika menghadapIlahi"






Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda: "Barangsiapa yang menunaikan suatu fardhu pada bulan (Ramadhan) itu, adalah dia sebagai seorang yang telah menunaikan 70 bulan fardhu pada bulan-bulan lainnya.

Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda: "Permulaan Ramadhan itu adalah rahmat, pertengahannya adalah keampunan (maghrifah) dan penghujungnya adalah kebebasan dari api neraka"
Powered By Blogger

Aku

Kuda binal yang menembus pasir-pasir putih

melayang menuju padang ilalang
kerasnya hidup hanyalah ujaran keadaan
pilihan hidup membuat manusia berdaulat

di jalan-jalan malam, lampu kota hanya menyeru
kemana tambatan kaki melaju
deru suara bereteriak memecah kelam
diri memang milik-Nya
tak kuasa menjemput sebelum ajal mendekat

kepada perempuan dengan senyum matahari
sang Evawani yang berjalan di kalbuku
air tangis ini hanya sebatas waris
dengan boneka manis yang tersenyum kepadamu
kala rangkaku telah ditelan tanah

dimana revolusi tidak pernah berakhir
aku mau hidup seribu tahun lagi*


By : Aseng Jayadipa