Pembina Yayasan Dwi Kumala menyatakan perayaan HUT atau Cut Bio ke-171 Klenteng Tjoe Hwie Kiong (Makcoo) di Jalan Pelabuhan, Desa Tasikagung, Kecamatan Kota merupakan bentuk pembauran masyarakat keturunan Tionghoa dan pribumi serta titik awal untuk menjadikan klenteng yang dibangun pada 1841 sebagai bagian obyek wisata di Kabupaten Rembang."Kegiatan ini bukan sekedar ritual keagamaan semata. Namun ada hal penting yang akan ditonjolkan, yakni semangat pembaruan dan pembauran antara warga Tionghoa dan pribumi. Dampak pembauran ini sangat positif dan pada masanya nanti, dua hal ini akan terlebur sama sekali oleh perkembangan zaman," kata Ketua Pembina Yayasan Dwi Kumala Rembang, Pratolo Waluyo.
Ia juga mengatakan melalui kegiatan ini, empat pilar negara akan semakin bisa dikibarkan. Adapun empat pilar itu, terang Bos Kacang Garuda itu, adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Ketika pembauran ini terjadi, maka sudah tentu empat pilar negara ini akan lebih bisa berkibar. Keharmonisan hidup bernegara juga akan lebih berasa," katanya menambahkan.
Ia menandaskan, dengan pembauran itu pula, Klenteng Tjoe Hwie Kiong ini bisa dijadikan salah satu obyek wisata di Kabupaten Rembang. "Sekaligus hal ini untuk menandaskan, klenteng ini bukan hanya untuk warga Tionghoa tapi untuk warga pada umumnya," kata pria kelahiran Rembang, 64 tahun silam ini.
Tandasan untuk menjadikan Klenteng 'Mak Coo' sebagai bagian dari obyek wisata di Kabupaten Rembang agaknya cukup beralasan. Pasalnya, klenteng yang didirikan tahun 1841 oleh Kapiten Lie ini memang berbeda dari klenteng-klenteng lain. Keistimewaannya antara lain terdapatnya dua menara yang disebut Kie kwa yang tidak terdapat pada klenteng-klenteng yang lain. Kedua menara ini berfungsi sebagai mercusuar (petunjuk arah) para nelayan.
Setiap sepuluh tahun sekali di klenteng ini diadakan perayaan ulang tahun besar yang dimeriahkan dengan berbagai macam atraksi kesenian tradisional kaum Tionghoa. Selain itu, klenteng ini sendiri berlokasi di tepian sungai Karanggeneng dan menghadap ke laut. lokasi tepatnya di Desa Tasikagung, Kecamatan Rembang. Sangat rasional bila dikemas dalam Kawasan Bahari Terpadu.
Ia juga mengatakan melalui kegiatan ini, empat pilar negara akan semakin bisa dikibarkan. Adapun empat pilar itu, terang Bos Kacang Garuda itu, adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Ketika pembauran ini terjadi, maka sudah tentu empat pilar negara ini akan lebih bisa berkibar. Keharmonisan hidup bernegara juga akan lebih berasa," katanya menambahkan.
Ia menandaskan, dengan pembauran itu pula, Klenteng Tjoe Hwie Kiong ini bisa dijadikan salah satu obyek wisata di Kabupaten Rembang. "Sekaligus hal ini untuk menandaskan, klenteng ini bukan hanya untuk warga Tionghoa tapi untuk warga pada umumnya," kata pria kelahiran Rembang, 64 tahun silam ini.
Tandasan untuk menjadikan Klenteng 'Mak Coo' sebagai bagian dari obyek wisata di Kabupaten Rembang agaknya cukup beralasan. Pasalnya, klenteng yang didirikan tahun 1841 oleh Kapiten Lie ini memang berbeda dari klenteng-klenteng lain. Keistimewaannya antara lain terdapatnya dua menara yang disebut Kie kwa yang tidak terdapat pada klenteng-klenteng yang lain. Kedua menara ini berfungsi sebagai mercusuar (petunjuk arah) para nelayan.
Setiap sepuluh tahun sekali di klenteng ini diadakan perayaan ulang tahun besar yang dimeriahkan dengan berbagai macam atraksi kesenian tradisional kaum Tionghoa. Selain itu, klenteng ini sendiri berlokasi di tepian sungai Karanggeneng dan menghadap ke laut. lokasi tepatnya di Desa Tasikagung, Kecamatan Rembang. Sangat rasional bila dikemas dalam Kawasan Bahari Terpadu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar